BERITABETA.COM, Ambon – Melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an atau bertadarus di bulan Ramadhan, jadi tabiat religius setiap umat Islam. Selain hari-hari biasanya, bulan Ramadhan adalah waktu yang dinantikan setiap umat Islam untuk lebih memperdalam dan meningkatkan kadar ketakwaan dengan cara memperbanyak amal ibadah.

Karena itulah, muslim dan muslimat lomba-lomba datang ke masjid untuk menyampaikan pesan-pesan transendental Tuhan itu. Bagi umat Islam, berbuat baik di bulan Ramadhan, apalagi menyampaikan ayat Qur’an, punya makna sendiri bahkan nilai pahalanya berlipat-lipat ganda.

Berabad-abad lalu, Nabi Muhammad SAW telah mencontohkan kepada umatnya, tentang apa saja amalan sunah yang dapat dilakukan pada bulan suci Ramadhan. Salah satunya adalah membaca Al-Qur’an. Karena kitab itu pertama kali turun di bulan Ramadhan. Maka tak heran, jika Rasul sering baca Al-Qur’an di bulan penuh ampunan itu.

Sejumlah hadits shahih menyebut, siapa saja yang membaca satu huruf Al-Qur’an di bulan Ramadhan, maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut dilipat gandakan menjadi 10 kebaikan. Atas anjuran tersebut, Negeri Hualoy, Kecamatan Amalatu, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB)  sebagai salah satu diantara sekian banyak negeri penganut ajaran Islam, di Pulau Seram, juga mengamalkan risalah hadits tersebut.

Setiap Ramadhan, bahkan sudah beratus-ratus tahun lalu, warga di kampung ini selalu melakukan tadarasa yatadarasu atau tadarus itu. Namun, tadarus oleh warga di kampung ini agak berbeda dengan lazimnya masyarakat Islam lain di Maluku. Di negeri berteong ‘Sama Lohi Ririnita’ ini, warga bertadarus bukan sekedar meningkatkan kualitas ketakwaan atau hanya mencari amal ibadah secara nafsi-nafsi. Lebih dari itu, juga untuk keselamatan dan keridhaan banyak orang termasuk bagi kampung halaman mereka.

Tata ruang tadarus pun tak seperti lainnya. Biasa, sebagian Masjid di Ambon atau lainnya, posisi tadarusan hanya satu lingkaran dan pesertanya ada laki maupun perempuan, sementara di Masjid Zainal Abidin Hualoy, berbentuk tiga kelompok dan berjama’ah di atas lima orang. 

Setiap kelompok menyimbolkan Soa (mata rumah) marga. Terdapat tiga Soa besar yang mengakomodir beberapa garis keturunan atau nasab, masing-masing, Tubaka, Lussy, dan Hehanussa. Cara pembacaan Al-Qur’an pun ditata penuh rapih.

Dalam semalam, masing-masing kelompok membaca dan menyetor satu juz Qur’an, jadi sebanyak tiga juz yang di habiskan dalam semalam. Sehingga dalam 10 hari, mereka akan menamatkan 30 juz.

“Setiap malam, kita yang terdiri dari tiga soa ini, menyelesaikan tiga juz. Jadi dalam 10 malam 30 juz. Selama sebulan penuh hingga puncak malam 1 syawal, kami khatamkan 120 juz,” kata Jamrat Hehanussa, salah satu pemuka agama Hualoy, belum lama ini.

Dia mengatakan, setiap kelompok yang mewakili tiga soa di Masjid Zainal Abidin, akan menamatkan masing-masing 30 juz. 30 juz pertama untuk soa Tubaka, disusul Lussy kemudian Hehanussa sebagai penutup. Secara keseluruhan 90 juz. Kesemua ayat Qur’an yang dibaca itu dikirim untuk keberkahan semua garis nasab di kampung itu.

Sementara, pada malam puncak atau malam 1 syawal, tiga soa tersebut kembali menamatkan atau mengkhatamkan 30 juz untuk keberkahan negeri.

“Keseluruhan 120 juz. 90 juz untuk keberkahan semua nasab, dan 30 juz untuk kampung halaman.  Jadi selain cari pahala dan istiqomah di bulan suci, kami juga meningkatkan derajat kampung dengan cara mengirim ayat-ayat suci Al-Qur’an. Hal itu untuk menjaga, agar kampung tetap terjaga dan juga didatangkan rezeki,” katanya.

Seperti kutipan keutamaan lainnya di bulan Ramadhan, seseorang yang mendapat masalah ekonomi, hukum, keluarga, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lainnya, senantiasa mendekatkan diri pada Al-Qur’an. Setidaknya, itulah hisab yang mesti dilakukan.

“Setiap muslim yang baca Al-Quran akan menemukan khazanah Islam dan tentu mendalami ilmu-ilmu Tuhan lain di alam semesta. Kami harap kebaikan selalu tercurah untuk kampung ini,” pinta pemuka agama lain, seraya menyebut, selain tadarus, para imam, khatib dan pemangku agama juga lakukan berbagai ratib sebelum dan sesudah isya maupun tarawih.

Sepintas melihat, jika tadarus memiliki makna mempelejari, meneliti, menelaah, mengkaji dan mengambil pelajaran, maka di kampung ini juga selalu melakukan hal itu. Warga yang budayakan mengaji, bahkan tak sekedar membaca, karena bersandar pada hukum tajwid dan lainnya.

Masih dalam konten yang sama, tadarus yang biasa dilakukan, merupakan titipan para pemuka agama di kampung ini guna menerapkan nilai-nilai Qur’an. Mereka munajat dan tafakur agar dijauhi dari marabahaya, bala serta dapat diberi kekuatan untuk mengatasi berbagai problem, termasuk mendatangkan limpahan rezeki.

Untuk mengaji atau tadarus di Masjid Zainal Abidin juga bukan sembarang orang, minimal mereka yang memiliki hukum tajwid, makhroj huruf di atas kesempurnaan. Karena bagi warga kampung ini, kesalahan dalam melafaskan satu huruf Al-Qur’an saja, akan berdampak fatal.

Sisi lain juga, tidak sembarang orang bisa menggunakan pengeras suara, agar menggema ke mana-mana. Karena, minimal mereka yang bersuara merdu, fasih bacaannya serta memenuhi berbagai unsur di atas.

Sebagaimana diketahui, nilai-nilai dan pahala membaca Qur’an sangat dibutuhkan untuk terwujudnya bangsa yang selamat, sejahtera, dan penuh keberkahan. Maka warga di kampung ini tak mau abai lakukan ibadah di bulan Ramadhan.

Terlepas dari subtansi itu, untuk sajian alakadar, juga dirunutukan berdasarkan soa-soa tersebut, yang dimulai dari Tubaka, Lussy dan Hehanussa. Jadi ibu-ibu akan membawanya ke masjid, tetapi akan diikuti dengan lantunan beduk.

“Alakadar tak sekedar dibawa begitu saja, namun harus ditandai dengan pukulan beduk. Tradisi keagamaan di bulan Ramadhan ini sudah dilakukan sejak para leluhur dan pemuka agama menempati Hualoy,” kata sumber lain.(BB- Nurdin Tubaka)